Potensi

Wisata

AGRO WISATA

DARI SALAK SLEBOR HINGGA LIDAH BUAYA

Salak Slebor (Sleman-Bogor) merupakan varietas buah salak yang dikembangkan di Desa Cimande dan sekitarnya. Dinamakan Slebor karena bibit salak tersebut berasal dari wilayah Sleman, Daerah Istimewa  Yogyakarta.

Selain Salak Slebor, para pengunjung  juga dapat menikmati suguhan budidaya lidah buaya yang memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Yang popular kemudian dijadikan sajian minuman Malibu atau Markisa Lidah Buaya. Seperti apa ya rasanya?

Agro wisata lain yang dapat dinikmati adalah budidaya jagung, holtikulltura, juga aneka tanaman hias. 

LANDSCAPE

Nikmati kesejukan gunung, situ, dan curug

Berada di atas ketinggian 700 hingga 1200 di atass permukaan laut, Cimande memiliki suasana berhawa sejuk. Diapit dua gunung besar, Salak dan Pangrango, Anda dapat menikmati pemandangan area desa yang memanjakan mata. Tentu saja sambil sesekali melebur melihat aktivitas warga yang sebagian hidup dari lahan perkebunan dan pertanian.

Alam bebas juga bisa dinikmati kettika mengunjungi Situ Cimulang dan Curug Cimulang. Situ (Danau) Cimulang memiliki keunikan tersendiri karena air yang mengalir dari hulu danau tersebut kembali mengalir (berbalik) ke bagian hulu. Dengan airnya yang jernih dan sejuk, perjalanan menuju Situ Cimulang bisa di tempuh dengan 30 menit berjalan kaki.

Bila kurang puas dengan Situ Cimulang, perjalanan bisa Anda lanjutkan menuju Curug Cimulang, dalam waktu 90 menit Anda sudah bisa menikmati indahnya air terjun dengan ketinggian antara 15-20 meter dengan airnya yang sejuk dan segar

Sejarah dan Budaya

Tradisi Silat, Talek, hingga Jembatan Belanda

Cimande sejak dulu masyhur seebagai tempat lahirnya pencak silat yang dikembangkan oleh Eyang Khair pada abad ke-18. Menariknya, ia memadukan silat dengan sisi spiritual sehingga melahirkan filosofi Talek yang hingga kini masih dijaga warga Cimande.

Selain silat, Cimande juga meninggalkan dua jembatan pada masa Belanda yang diperkirakan dibangun di awal abad ke-19. Kedua jembatan ini menjadi bagian dari rute jalan perkebunan kopi dan teh milik para tuan tanah Belanda yang membentang di sekitar kawasan Cinagara-Tangkil hingga Pancawati.  Jembatan pertama berada di daerah Leuwi Sapi, yang menghubungkan Desa Cimande dengan Desa Lemahduhur. Sementara jembatan kedua berada di daerah Pondok Catang yang masuk dalam wilayah Desa Cimande. Namun sayang, meski memiliki pondasi bangunan yang masih kokoh,  kondisi kedua jembatan tersebut sudah tidak lagi berfungsi seiring hilangnya besi-besi penghubung dan telah tertutupnya rute perkebunan tersebut yang kini menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Resort Cimande. Dengan izin dari TNGGP, pihak Desa Wisata Cimande tengah mengupayakan merevitalisasi jalur tersebut untuk menjadi  bagian dari objek ekowisata maupun wisata situs sejarah.